Wednesday, April 27, 2011

Malam ini balik ke Kluang insya Allah. sebelum berangkat, saya melayari laman-laman web untuk membaca tulisan yang dipaparkan. antaranya

Penutup Kitab Min Ushul Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah

http://akidah-yang-benar-1.blogspot.com/



Dengar radio Islam online....sila klik sini

Semoga bermanfaat.

*************************************************
Rasulullah Saw. bersabda;
"Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuatnya faham tentang agamanya." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
*************************************************
Pada Hari Jumaat hari Arafah, diturunkan kepada Nabi Saw. Firman Allah Ta'ala;
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu." (QS.al-Ma'idah:3)

Tuesday, April 26, 2011

UKHUWWAH YANG TERKOYAK

Tidak diragukan lagi bahwa kita tengah berada di suatu zaman di mana nilai-nilai ukhuwwah (persaudaraan) yang dibangun karena Allah mulai pudar. Orang-orang tidak saling berhubungan melainkan karena pertimbangan materi belaka. Mereka saling mencintai dan membenci karena dunia. Tidaklah salah seorang dari mereka mendekati yang lain dengan wajah yang manis kecuali karena ada maunya. Tatkala kepentingan itu tidak tercapai, maka senyuman pun berubah menjadi raut masam.
Hal ini bukanlah termasuk gaya hidup as-Salafus Shalih. Mereka sungguh jauh dari model hidup seperti ini. Tidaklah mereka mencintai dan bersahabat dengan seseorang melainkan karena Allah.

Rasūlullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
لاَتَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai…”
[HR Muslim (54), Abu Dawud (5193), dan at-Tirmidzi (2689)]

Kita sama-sama mengetahui bahwa defininsi ibadah adalah sebuah nama yang mencakup semua perkara yang yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang zhahir maupun batin. Diantara perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah adalah menunaikan hak-hak ukhuwwah. Hak seorang muslim atas saudaranya yang lain. Terlebih lagi jika keduanya adalah sahabat karib. Bukan hanya sekedar saudara sesama muslim. Mereka bertemu dan berpisah karena Allah, sama-sama berjalan di atas ketaatan kepada Allah, saling tolong menolong dalam kebaikan, sehingga semakin kuatlah hak-hak ukhuwwah yang ada diantara keduanya. Hak-hak ini hendaknya tetap diperhatikan oleh setiap muslim, baik tua, muda, lelaki, maupun wanita.

Sungguh, Allah benar-benar telah memberi kenikmatan kepada kaum muslimin dengan menjadikan mereka bersaudara. Allah berfirman:
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ

Lalu menjadilah kalian karena nikmat Allôh orang-orang yang bersaudara, dan kalian dahulu berada di tepi jurang neraka lalu Allôh menyelamatkan kalian darinya.” (Âli ‘Imrân: 103)

Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan nikmat yang telah Ia berikan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu menyatukan hati-hati mereka dan menjadikan mereka bersaudara. Hal ini menunjukkan bahwa nikmat yang sangat agung ini, yaitu ukhuwwah, semestinya hanya dilandasi karena Allah semata.

Seorang muslim harus menyadari bahwa persaudaraan dan rasa cinta diantara sesama kaum mukminin yang dilandasi karena Allah merupakan suatu nimat yang sangat agung dari Allah. Maka hendaknya senantiasa dijaga dan dipelihara.
Dalam menafsirkan firman Allahبِنِعْمَتِهِ (karena nikmat-Nya), sebagian ulama berkata, “Ini adalah peringatan bahwasanya terjalinnya tali persaudaraan dan terjalinnya cinta kasih diantara kaum mukminin hanyalah disebabkan karunia Allah semata, sebagaimana dijelaskan dalam ayat yang lain:
﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ﴾

"Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang telah mempersatukan hati mereka” (Al-Anfal: 63)

Maka yang menjadikan hati-hati manusia bersatu dalam ibadah kepada Allah, sekaligus saling mencintai, padahal mereka berasal dari berbagai penjuru dunia, dari ras yang beraneka ragam, serta dari martabat yang bertingkat-tingkat, hanyalah Allah semata, dengan nikmat-Nya yang tiada bandingnya. Ini adalah nikmat yang selayaknya seorang muslim bergembira dengannya. Allah berfirman:
﴿قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ﴾

“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya’, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat Allah itu lebih baik dari yang mereka kumpulkan” (Yunus: 58)

‘Abdah bin Abî Lubâbah berkata: “Aku bertemu dengan Mujâhid. Lalu dia menjabat tanganku, seraya berkata: ‘Jika dua orang yang saling mencintai karena Allah bertemu, lalu salah satunya mengambil tangan kawannya sambil tersenyum kepadanya, maka gugurlah dosa-dosa mereka sebagaimana gugurnya dedaunan.”
‘Abdah melanjutkan: “Aku pun berkata: ‘Ini adalah perkara yang mudah.’ Mujahid lantas menegurku, seraya berkata: “Janganlah kau berkata demikian, karena Allah berfirman:
﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ﴾

“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allahlah yang telah mempersatukan hati mereka” (Al-Anfal: 63)

Akhirnya ‘Abdah berkata: “Maka aku pun mengakui bahwa dia memiliki pemahaman yang lebih dibandingkan aku” [Tafsir Ath-Thabari (X/36) dan Hilyatul Auliyâ` (III/297). Diriwayatkan juga dari Abu Lubâbah, dari Mujâhid, dari Ibnu ‘Abbas, dari Rasūlullâh Shallâllâhuu ‘alaihi wa Sallam dengan sanad yang marfū’, dalam Târîkh Wâsith, pada biografi ‘Abdullâh bin Sufyân Al-Wâsithi (I/178), dengan kisah yang sama, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albânî karena syawâhid-nya. Lihat: as-Shahîhah (V/10) hadits (2004).]

Smg bermanfaat utk kebaikan di dunia & akhirat.


Bubur Asyura budaya Melayu yang tidak bercanggah dengan Islam

Ada orang Tanya, adakah bubur asyura itu ada dalam ajaran Islam? Secara mudahnya, bubur asyura adalah budaya Melayu yang tidak kaitan langsung dengan ajaran Islam. Tetapi membuat bubur asyura itu tidak bercanggah dengan ajaran Islam.

Sebenarnya bubur asyura diambil sempena haru asyura iaitu hari ke sepuluh Muharam. Menurut ajaran Islam, apabila tiba 10 Muharam, umat Islam disunatkan berpuasa. Bahkan umat lain juga berpuasa termasuk Yahudi dan Nasrani.

Sunat berpuasa pada 10 Muharam adalah kerana meraikan terselamatnya tokoh-tokoh silam dalam perjuangannya. Antaranya ialah nabi Noh dan pengikutnya terselamat daripada banjir besar. Nabi Musa selamat daripada gangguan Firaun dan banyak lagi.

Bagaimanapun ajaran Islam itu tidak diamalkan oleh umat Islam di Negara ini, sebaliknya mereka membuat bubur asyura untuk makan pula. Inilah yang tidak kena pada kefahaman orang Melayu.
Islam tidak melarang memasak bubur asyura dan membedakkan kepada penduduk kampung, malah kerja baiknya akan beroleh pahala pula. Tapi alangkah baiknya jika mereka memasak bubur asyura itu dalam keadaan berpuasa. Sama seperti mereka mengacau dodol dalambulan puasa.

Mereka berpuasa dapat pahala sunat Asyura dan berbuka puasa dengan bubur asyura, dapat lagi pahala di sini. Inilah budaya baru yang seharusnya dilakukan oleh orang Melayu tentang bubur asyura itu.
Lahirnya bubur asyura itu konon mengikut kisah nabi noh dan pengikutnya meraikan kemenangan mereka dengan mengumpulkan segala saki baki makanan yang mereka bekalkan sebelum bertolak. Kemudian mereka masak bersama dan makan ala kadar. Betul atau tidak kisah itu bukan persoalannya, tapi yang pasti ia sudah menjadi adat dan budaya orang Melayu.

Friday, April 22, 2011

Tinggallah kenangan

Lama tidak mengemaskinikan blog ini disebabkan beberapa perkara yang tidak dapat dielakkan.Tumpuan kepada kerja harian, pantasnya masa tidak dapat ku kejar ditambah pula kini aku berpindah ke kawasan yang agak jauh dari mukim ini.

Jangkaan ku akan berpindah balik ke tempat asalku iaitu Scudai Johor Bahru. Sejak awal Januari desas desus mengatakan berlaku perpindahan ke JB. Persiapan sedikit-sedikit dilakukan untuk balik ke JB bagi memudahkan kerja-kerja ku, rupa-rupanya apa yang dijangkakan jauh tersasar dari apa yang diduga.
Perpindahan bermula 1hb April 2011 itu yang dimaklumkan.Kini aku menetap di tempat yang agak baru dalam hidupku iaitu antara 1 jam lebih perjalanan dari Johor Bahru.

Semua jawatan yang aku pegang telah aku lepaskan memandangkan aku kini tidak lagi menetap secara tetap di kawasan Segamat Aku melepaskan jawatanku sebagai AJK masjid dan jawatan Setiausaha Biro Pengimarahan Masjid.Jawatan sebagai Pegawai Masjid dimana aku di antara imam yang sering bertugas menggantikan Imam 1.  Aku berpindah ke satu kawasan yang tidak pernah aku fikirkan.Perpindahan secara berperingkat aku lakukan dan rasanya tidak perlu tergesa-gesa. Aku punya perniagaan di Segamat, aku rasa biarlah ianya diteruskan oleh pembantu yang telah sedia ada.

Hari terakhir aku membaca Khutbah di mimbar jumaat 15hb April 2011 bertajuk "Peranan masjid' moga-moga apa yang aku sampaikan itu merupakan satu nasihat kepada diri ini dan untuk hadirin jumaat pada hari itu akan kekal tersemat di hati mereka..insya Allah. Hari-hari mendatang imbasan silam akan menjelma lebih-lebih lagi bila bulan puasa pastinya, solat teraweh, tadarus, takbir hari raya dimana aku diantara pegawai masjid yang mengepalainya.Moga-moga pengganti yang dilantik mengganti tempat ku nanti pastinya lebih berilmu dan tinggi ketakwaannya serta istemewa dari diri ini  yang serba kekurangan dan masih memerlukan tunjuk ajar dari mereka yang berilmu.

Kenangan manis sepanjang di Segamat dapat mengkhatamkan bacaan Al-Quran secara bertalqi dengan mementingkan bacaan secara bertajwid. Kalangan pelajar di antaranya telah menjadi guru  Quran di kawasan-kawasan mereka. Di kalangan mereka juga ada yang meneruskan pengajian Quraan di Institusi yang lebih tinggi untuk hafazan dan ilmu soraff (bahasa Quraan).

Agak terkilan  terpaksa menyerahkan  pelajar( anak sahabat saya Lect UiTM)  yang belum tamat bacaan kepada guru Quraan yang lain , iaitu ibu saudara saya (tauliah mengajar Pj Agama Sgmt). Harapan saya apa yang dipelajari dapat dimunafatkan kepada masyarakat setempat dan beroleh keberkatan dari Ilahi.