Tuesday, November 30, 2010

Hukum Bacaan Talqin



السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهAssalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh, 
Al-Hamdu Lillah, Nasta'inuhu wa Nastaghfiruh, Wa Na'udzu Billahi Min Syururi Anfusina, Man Yahdihillahu Falaa Mudhilla Lahu Wa Man Yudhlil Falaa Haadiya Lahu. Asyhadu An-Laa ilaaha illallahu wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullahi,
 
Amma Ba'du.Ya ikhwatal eemaan: Hukum Talqin?
 

 hukum talqin?
 Talqin itu ada dua macam: iaitu Talqin sunnah dan Talqin bid’ah.

[Pertama] Talqin Sunnah
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian ucapan laa ilah illallah” (Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no 501 mengatakan, “Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan kitab hadis yang empat [Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, pent]”).

Ibnu Utsaimin pernah ditanya,
Apa yang perlu dilakukan oleh orang yang duduk di dekat orang yang hendak meninggal dunia? Apakah membaca surah Yasin di dekat orang yang hendak meninggal dunia adalah amal yang berdasar hadis yang sahih atau tidak?”.
Jawapan beliau,
“Melawat orang yang sakit adalah salah satu hak sesama muslim, satu dengan yang lainnya. Orang yang menjenguk orang yang sakit hendaknya mengingatkan si sakit untuk bertaubat dan menulis wasiat serta memenuhi waktunya dengan berzikir kerana orang yang sedang sakit amat perlu untuk diingatkan dengan hal-hal ini.
Jika si sakit dalam keadaan tenat dan orang-orang di sekelilingnya merasa yakin bahwa si sakit hendak meninggal dunia maka sepatutnya orang tersebut ditalqin laa ilaha illallah sebagaimana perintah Nabi.

Orang yang berada di dekat orang yang sedang sakaratul maut hendaknya menyebut nama Allah (baca: laa ilaha illallah) di dekatnya dengan suara yang boleh didengar oleh orang yang sedang tenat sehingga dia menjadi ingat. Para ulama mengatakan dia sepatutnya menggunakan kalimah perintah untuk keperluan tersebut kerana boleh jadi sisakit sedang susah dan sempit dada yang amat sangat  malah tidak mau mengucapkan laa ilaha illallah sehingga yang terjadi malah suul khatimah. Jadi orang yang sedang tenat sakit tersebut diingatkan dengan perbuatan dengan adanya orang yang membaca laa ilaha illallah di dekatnya.
Sehingakan para ulama mengatakan bahwa jika setelah diingatkan untuk mengucapkan laa ilaha illallah orang tersebut mengucapkannya maka hendaknya orang yang mentalqin itu diam dan tidak mengajaknya berbicara supaya kalimat terakhir yang sisakit ucapkan adalah laa ilaha illallah. Jika orang yang sedang sakit tenat tersebut mengucapkan sesuatu, maka talqin hendaknya diulangi sehingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah laa ilaha illallah.

Sedangkan membaca surah Yasin di dekat
 orang yang hendak meninggal dunia 
adalah amalan yang dianjurkan oleh ramai ulama mengingat sabda Nabi, “Bacakanlah surah Yasin untuk orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian”.
Akan tetapi darjat hadis ini diperbincangkan oleh sebahagian ulama. Jadi kesimpulannya, menurut ulama yang mensahihkan hadis tersebut maka membaca surah Yasin di dekat orang yang meninggal dunia adalah amalan yang dianjurkan. Sedangkan menurut ulama yang menilainya sebagai hadis yang lemah maka perbuatan tersebut tidaklah dianjurkan” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/40, Asy Syamilah).

[Kedua] Talqin Bid’ah
Dari Dhamrah bin Habib, seorang tabiin, “Mereka (iaitu para shahabat yang beliau jumpai) menganjurkan jika kubur seorang mayat sudah diratakan dan para penghantar jenazah sudah selesai kerjanya, dikatakan di dekat kuburnya, ‘Wahai fulan katakanlah laa ilaha illallah 3x. Wahai fulan, katakanlah ‘Tuhanku adalah Allah. Agamaku adalah Islam dan Nabiku adalah Muhammad” [Dalam Bulughul Maram no hadits 546, Ibnu Hajar mengatakan, “Diriwayatkan oleh Said bin Manshur secara mauquf (dinisbatkan kepada shahabat). Thabrani meriwayatkan hadis di atas dari Abu Umamah dengan redaksi yang panjang dan semisal riwayat Said bin Manshur namun secara marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi)].

Muhammad Amir ash Shan’ani mengatakan, “Setelah membawakan redaksi hadis di atas al Haitsami berkata, ‘Hadis tersebut diriwayatkan oleh ath Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir dan dalam sanadnya terdapat sejumlah perawi yang tidak kukenal’. Dalam catatan kaki Majma’uz Zawaid disebutkan bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat seorang perawi yang bernama ‘Ashim bin Abdullah dan dia adalah seorang perawi yang lemah…. Al Atsram mengatakan, ‘Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang apa yang dilakukan oleh banyak orang ketika jenazah telah dimakamkan ada seorang yang berdiri dan berkata, ‘Wahai fulan bin fulanah’. Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku tidak mengetahui ada seorang pun yang melakukannya melainkan para penduduk daerah Syam ketika Abul Mughirah meninggal dunia. Tentang masalah tersebut diriwayatkan dari Abu Bakr bin Abi Maryam dari guru-guru mereka bahwa mereka, para guru, melakukannya”. Menganjurkan talqin semacam ini adalah pendapat para ulama bermazhab Syafii.

Dalam Al Manar Al Munif, Ibnul Qoyyim mengatakan,
“Sesungguhnya hadis tentang talqin ini adalah hadis yang tidak diragukan oleh para ulama hadis sebagai hadis palsu. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam susunannya dari Hamzah bin Habib dari para gurunya yang berasal dari daerah Himsh (di Suriah, Syam, pent). Jadi perbuatan ini hanya dilakukan oleh orang-orang Himsh….
Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim juga berkata tegas sebagaimana perkataan beliau di Al Manar Al Munif. Sedangkan di kitab Ar Ruuh, Ibnul Qoyyim menjadikan hadis talqin di atas sebagai salah satu dalil bahwa mayat itu mendengar perkataan orang yang hidup di dekatnya. Terus-menerusnya talqin semacam ini dilakukan dari masa ke masa tanpa ada orang yang mengingkarinya, menurut Ibnul Qoyyim, sudah cukup untuk dijadikan dalil untuk mengamalkannya. Akan tetapi di kitab Ar Ruuh, beliau sendiri tidak menilai hadis talqin di atas sebagai hadis yang sahih bahkan beliau dengan tegas mengatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis yang lemah.
Yang biasa kita simpulkan dari perkataan para ulama peneliti sesungguhnya hadis tentang talqin di atas adalah hadis yang lemah sehingga mengamalkan isi kandungannya adalah bid’ah (amalan yang tidak ada tuntutannya) . Tidak perlu tertipu dengan banyaknya orang yang mempraktikkannya” (Subulus Salam 3/157, Asy Syamilah).

Syeikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang bilakah waktu talqin.
Jawaban beliau,
“Talqin itu dilakukan ketika hendak meninggal dunia iaitu pada saat proses pencabutan nyawa. Orang yang hendak meninggal ditalqin laa ilaha illallah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika pamannya, Abu Thalib hendak meninggal dunia. Nabi mendatangi pamannya lantas berkata, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha illallah,  kalimah kalimah yang selalu kugunakan untuk membelamu di hadapan Allah’. Akan tetapi paman beliau tidak mau mengucapkannya sehingga mati dalam keadaan musyrik.

Sedangkan talqin setelah pemakaman maka itu adalah amal yang bid’ah kerana tidak ada hadis yang sahih dari Nabi tentang hal tersebut. Yang sepatutnya dilakukan adalah kandungan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Nabi jika telah selesai memakamkan jenazah berdiri di dekatnya lalu berkata,

‘Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintakanlah agar dia diberi keteguhan dalam memberikan jawaban.. Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya’.


Adapun membaca Al Qur’an, demikian pula talqin di dekat kubur maka keduanya adalah amal yang bid’ah kerana tidak ada dalil yang mendasarinya” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/42, Asy Syamilah).
sumber:ustadzaris.
Demikian semoga bermanfaat.
Semoga Allah Jalla wa 'Ala mencintai saya dan Anda. Amiin.
Ertinya : Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan memberi kefahaman kepadanya dalam masalah agama"
[Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.71 dan Muslim no. 1037]
"Tetaplah kamu beristiqamah dan berpegang dengan atsar serta jauhilah bid`ah"
Ibnu Abbas radhiyallahu`anhu 
(Al-I`tisham 1/112)
Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk surga"
(HR. Bukhari) [Hadis ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari]
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami  Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu a’lamu bish shawaab

Semoga bermanfaat.
Wabillahitaufiqwalhidayah .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh

Abu Hamzah As-salafy
  
"Dan senantiasa seorang hamba mendekat kepada-Ku dengan amalan Sunnah sehingga Aku mencintainya." (Al-Hadis)

Monday, November 29, 2010

Waktu Akhir Solat Isya'

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebahagian kalangan berpendapat bahawa akhir solat Isya’ sampai waktu shubuh. Namun perlu diketahui secara saksama bahwa sebenarnya dalam masalah akhir waktu solat Isya’ terdapat perselisihan di antara ulama. Tentu saja untuk menguatkan pendapat yang ada kita harus melihat dari berbagai dalil, lantas berhujahkan  (mencari manakah pendapat yang terkuat). Ini berarti kita pun nantinya tidak hanya sekedar ikut-ikutan apa kata orang. Berikut pembahasan singkat dari kami tentang akhir waktu solat Isya’.

Perselisihan Ulama

Pendapat pertama: Waktu akhir solat Isya’ adalah ketika terbit fajar shodiq (masuknya solat shubuh) tanpa ada perselisihan antara Imam Abu Hanifah dan pengikut ulama dari ulama Hanafiyah. Pendapat ini juga jadi pegangan ulama Syafi’iyah, namun kurang masyhur di kalangan ulama Malikiyah.

Pendapat kedua: Waktu akhir solat Isya’ adalah sepertiga malam. Inilah pendapat yang masyhur dari kalangan ulama Malikiyah.

Pendapat ketiga: Waktu akhir solat Isya’ adalah sepertiga malam, ini waktu ikhtiyari (waktu pilihan). Sedangkan waktu akhir solat Isya’ yang bersifat darurat adalah hingga terbit fajar. Waktu darurat ini misalnya ketika seseorang sakit lantas sembuh ketika waktu darurat, maka ia masih boleh mengerjakan solat Isya’ di waktu itu. Begitu pula halnya wanita haidh, wanita nifas ketika mereka suci di waktu tersebut. Inilah pendapat ulama Hanabilah.

Pendapat keempat: Waktu akhir solat Isya’ adalah pertengahan malam. Yang berpendapat demikian adalah Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Ash-habur ro’yi dan Imam Asy Syafi’i dalam pendapatnya yang terdahulu.

(*) Waktu malam dihitung dari solat Maghrib hingga waktu Subuh. Sehingga pertengahan malam, jika Maghrib misalnya jam  6 petang dan Subuh jam 4 pagi, kira-kira jam 11 malam.

Dalil yang Menjadi Pegangan

Dalil yang menjadi pegangan bahwa waktu akhir solat Isya’ itu sampai terbit fajar shodiq (masuk waktu subuh) adalah hadits Abu Qotadah,

أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِى النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِىءَ وَقْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى

Orang yang ketiduran tidaklah dikatakan tafrith (meremehkan). Sesungguhnya yang dinamakan meremehkan adalah orang yang tidak mengerjakan solat sampai datang waktu solat berikutnya.” (HR. Muslim no. 681)

Dalil lainnya lagi adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَعْتَمَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى »

Suatu malam Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan solat 'atamah (isya`) sampai berlalu malam dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan solat. Beliau bersabda, ‘Sungguh ini adalah waktu solat isya' yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku’." (HR. Muslim no. 638)

Hadits di atas menunjukkan bahwa tidak mengapa mengakhirkan solat Isya’ hingga pertengahan malam. Jika solatnya dikerjakan pertengahan malam, berarti solat Isya’ bisa berakhir setelah pertengahan malam. Ini menunjukkan bahwa boleh jadi waktunya sampai terbit fajar subuh.

Sedangkan dalil bagi ulama yang menyatakan bahwa waktu akhir solat Isya’ itu sepertiga malam adalah hadits di mana Jibril menjadi imam bagi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada hari kedua Jibril mengerjakan solat tersebut pada sepertiga malam. Dalam hadits disebutkan,

وَصَلَّى الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ

Beliau melaksanakan solat ‘Isya’ hingga sepertiga malam.” (HR. Abu Daud no. 395. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Adapun dalil bahwa waktu akhir solat Isya adalah pertengahan malam dapat dilihat pada hadits ‘Abdullah bin ‘Amr,

وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ

Waktu solat Isya’ adalah hingga pertengahan malam.” (HR. Muslim no. 612)

Juga dapat dilihat dalam hadits Anas,

أَخَّرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan solat Isya’ hingga pertengahan malam.” (HR. Bukhari no. 572)

Pendapat Lebih Kuat

Di antara dalil-dalil yang dikemukakan di atas yang menunjukkan waktu akhir solat Isya’ adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr, “Waktu solat Isya’ adalah hingga pertengahan malam.” (HR. Muslim no. 612).

Adapun berdalil dengan hadits Abu Qotadah dengan menyatakan bahwa waktu akhir solat Isya’ itu sampai waktu fajar shubuh adalah pendalilan yang kurang tepat. Karena dalam hadits itu sendiri tidak diterangkan mengenai waktu solat. Konteks pembicaraannya tidak menunjukkan hal itu. Hadits tersebut cuma menerangkan dosa akibat seseorang mengakhirkan waktu solat hingga keluar waktunya dengan sengaja

Sedangkan hadits ‘Aisyah,

أَعْتَمَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى »

Suatu malam Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan solat 'atamah (isya`) sampai berlalu malam dan penghuni masjid pun ketiduran, setelah itu beliau datang dan solat. Beliau bersabda, ‘Sungguh ini adalah waktu solat isya' yang tepat, sekiranya aku tidak memberatkan umatku’." (HR. Muslim no. 638).

Hadits ini bukanlah maksudnya, “Sampai sebagaian besar malam berlalu”, namun maksudnya adalah “sampai berlalu malam”.

Bisa bermakna demikian karena kita melihat pada konteks hadits selanjutnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan selanjutnya, “Sungguh ini adalah waktu solat isya' yang tepat”.

Dan tidak pernah seorang ulama yang mengatakan bahwa waktu afdhol untuk solat Isya’ adalah setelah lewat pertengahan malam.

Masih tersisa satu hadits, yaitu hadits Anas,

أَخَّرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - صَلاَةَ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ ، ثُمَّ صَلَّى

Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan solat Isya’ hingga pertengahan malam, kemudian beliau solat.” (HR. Bukhari no. 572).

Hadits tersebut dapat difahami dengan kita katakan bahwa waktu akhir solat Isya’ adalah pertengahan malam, artinya pertengahan malam solat Isya’ itu berkahir. Sedangkan kalimat “kemudian beliau solat” hanya tambahan dari perawi. Jika memang bukan tambahan perawi, maka benarlah pendapat tersebut, yaitu bahwa boleh jadi solat Isya dilaksanakan setelah pertengahan malam.

Dengan mempertimbangkan pemahaman dari hadits Anas di atas, ertinya  hadits tersebut masih boleh difahami bahawa setelah pertengahan malam masih dilaksanakan solat Isya’, maka kesimpulan yang terbaik adalah sebagaimana yang diutarakan oleh Ibnu Qudamah. Beliau rahimahullah mengatakan,

وَالْأَوْلَى إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَنْ لَا يُؤَخِّرَهَا عَنْ ثُلُثِ اللَّيْلِ ، وَإِنْ أَخَّرَهَا إلَى نِصْفِ اللَّيْلِ جَازَ ، وَمَا بَعْدَ النِّصْفِ وَقْتُ ضَرُورَةٍ ، الْحُكْمُ فِيهِ حُكْمُ وَقْتِ الضَّرُورَةِ فِي صَلَاةِ الْعَصْرِ

“Yang utama, insya Allah Ta’ala, waktu solat Isya’ tidak diakhirkan dari sepertiga malam. Jika diakhirkan sampai pertengahan malam, itu boleh. Namun jika diakhirkan lebih dari pertengahan malam, maka itu adalah waktu dhoruroh (waktu darurat). Yang dimaksudkan dengan waktu dhoruroh adalah sebagaimana waktu dhoruroh dalam solat ‘Ashar.”

(*) Ada dua macam waktu solat yang perlu diketahui:

Pertama, waktu ikhtiyari, iaitu waktu di mana tidak boleh dilewati kecuali bagi orang yang ada udzur. Ertinya, selama tidak ada udzur (halangan), solat tetap dilakukan sebelum waktu ikhtiyari.

Kedua, waktu dhoruroh, iaitu waktu di mana masih boleh melakukan ibadah bagi orang yang ada udzur, seperti wanita yang baru suci dari haidh, orang kafir yang baru masuk Islam, seseorang yang baru baligh, orang gila yang kembali sedar, orang yang bangun kerana ketiduran dan orang sakit yang baru sembuh. Orang-orang yang ada udzur boleh melakukan solat meskipun pada waktu dhoruroh.


*************************************************
Rasulullah Saw. bersabda;
"Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuatnya faham tentang agamanya." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
*************************************************
Pada Hari Jumaat hari Arafah, diturunkan kepada Nabi Saw. Firman Allah Ta'ala;
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kur idhai Islam itu jadi agamamu." (QS.al-Ma'idah:3)

Tuesday, November 23, 2010

Perkahwinan menurut Islam

Oleh kerana itulah “cuti sekolah jer pasti ramai buat kerja kahwin” ... Musim cuti sekolah adalah amat senang buat kenduri kahwin. Bermula dari cuti sekolah sehinggalah ke penghujung cuti akhir bulan disember adalah tarikh musim orang ramai mengadakan majlis kenduri kahwin. Di sini saya catat dan linkkan topik Majlis Perkahwinan menurut Islam. Kita berharap  majlis perkahwinan yang diadakan jangan sampai tersasar dari matlamatnya.


                    http://pakarhowto.com/teknik/panduan-hadiri-majlis-dan-kenduri.html
                    http://ms.wikipedia.org/wiki/Perkahwinan_menurut_Islam

Bagi qariah di Masjid Jementah Segamat khususnya dan kaum Muslimin serta muslimat amnya didoakan kelurga mereka berbahagia sepanjang hayat , sentiasa berada di dalam rahmat dan keredoaan Allah swt agar majlis perkahwinan yang dibuat sentiasa di dalam batasan hukum dan menepati syariat Islam. InsyaAllah.

Tuesday, November 16, 2010

Hari Raya Aidiladha 2010

Masjid Jamek Bandar Jementah mengucapkan  selamat hari raya aidil adha yang ditetapkan pada hari rabu, 17 November tahun 2010 bersamaan 10 Zulhijjah  1431.
                   

Pengumuman / Pengisytiharan Tarikh Hari Raya Aidiladha 2010 telah di tetapkan pada 17 Nov 2010 iaitu bersamaan 10 Zulhijjah 1431 iaitu hari rabu.
Berikut adalah petikan pengumuman / Pengisytiharan Tarikh Hari Raya Aidiladha 2010 oleh Pemegang Mohor Besar Raja-Raja  :-

"Assalamualaikum w.b.t. bagi menyempurnakan titah perintah Seri Paduka Baginda Yang Dipertuan Agong setelah diperkenankan oleh Dulu-Duli Yang Maha Mulia Raja-Raja, maka adalah dengan ini saya mengisytiharkan bahawa tarikh Hari Raya Aidil adha bagi negeri-negeri seluruh Malaysia, telah ditetapkan pada hari rabu, 17 November tahun 2010 bersamaan 10 Zulhijjah  1431. sekian wassalamualaikum w.b.t"
Aidiladha adalah perayaan yang istimewa kerana ia merupakan hari untuk umat Islam memperingati kisah pengorbanan Nabi Ibrahim yang menunaikan perintah Allah dan kesabaran anaknya Nabi Ismail dalam memenuhi perintah Allah s.w.t.
Marilah kita sama-sama mengambil ikhtibar dari peristiwa ini dan sama-sama menyertai ibadah korban sempena Hari Raya Aidiladha kali ini
Orang ramai dijemput hadir untuk majlis seperti berikut:-                                                                
Acara majlis di Masjid Jamek Bandar Jementah 17.Nov.2010
            Masa : 7.00  -  Takbir Hari Raya
                       : 8.30  -  Solat Hari Raya Aidil adha
                                   -  Khutbah Hari Raya
                                   -  Tahlil Dan Doa Selamat
                                   -  Jamuan Hari Raya Aidil adha (Di dewan Masjid)
                                   -  Bersurai