Tuesday, November 30, 2010

Hukum Bacaan Talqin



السلام عليكم ورحمة الله وبركاتهAssalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh, 
Al-Hamdu Lillah, Nasta'inuhu wa Nastaghfiruh, Wa Na'udzu Billahi Min Syururi Anfusina, Man Yahdihillahu Falaa Mudhilla Lahu Wa Man Yudhlil Falaa Haadiya Lahu. Asyhadu An-Laa ilaaha illallahu wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullahi,
 
Amma Ba'du.Ya ikhwatal eemaan: Hukum Talqin?
 

 hukum talqin?
 Talqin itu ada dua macam: iaitu Talqin sunnah dan Talqin bid’ah.

[Pertama] Talqin Sunnah
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian ucapan laa ilah illallah” (Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no 501 mengatakan, “Hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan kitab hadis yang empat [Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, pent]”).

Ibnu Utsaimin pernah ditanya,
Apa yang perlu dilakukan oleh orang yang duduk di dekat orang yang hendak meninggal dunia? Apakah membaca surah Yasin di dekat orang yang hendak meninggal dunia adalah amal yang berdasar hadis yang sahih atau tidak?”.
Jawapan beliau,
“Melawat orang yang sakit adalah salah satu hak sesama muslim, satu dengan yang lainnya. Orang yang menjenguk orang yang sakit hendaknya mengingatkan si sakit untuk bertaubat dan menulis wasiat serta memenuhi waktunya dengan berzikir kerana orang yang sedang sakit amat perlu untuk diingatkan dengan hal-hal ini.
Jika si sakit dalam keadaan tenat dan orang-orang di sekelilingnya merasa yakin bahwa si sakit hendak meninggal dunia maka sepatutnya orang tersebut ditalqin laa ilaha illallah sebagaimana perintah Nabi.

Orang yang berada di dekat orang yang sedang sakaratul maut hendaknya menyebut nama Allah (baca: laa ilaha illallah) di dekatnya dengan suara yang boleh didengar oleh orang yang sedang tenat sehingga dia menjadi ingat. Para ulama mengatakan dia sepatutnya menggunakan kalimah perintah untuk keperluan tersebut kerana boleh jadi sisakit sedang susah dan sempit dada yang amat sangat  malah tidak mau mengucapkan laa ilaha illallah sehingga yang terjadi malah suul khatimah. Jadi orang yang sedang tenat sakit tersebut diingatkan dengan perbuatan dengan adanya orang yang membaca laa ilaha illallah di dekatnya.
Sehingakan para ulama mengatakan bahwa jika setelah diingatkan untuk mengucapkan laa ilaha illallah orang tersebut mengucapkannya maka hendaknya orang yang mentalqin itu diam dan tidak mengajaknya berbicara supaya kalimat terakhir yang sisakit ucapkan adalah laa ilaha illallah. Jika orang yang sedang sakit tenat tersebut mengucapkan sesuatu, maka talqin hendaknya diulangi sehingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah laa ilaha illallah.

Sedangkan membaca surah Yasin di dekat
 orang yang hendak meninggal dunia 
adalah amalan yang dianjurkan oleh ramai ulama mengingat sabda Nabi, “Bacakanlah surah Yasin untuk orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian”.
Akan tetapi darjat hadis ini diperbincangkan oleh sebahagian ulama. Jadi kesimpulannya, menurut ulama yang mensahihkan hadis tersebut maka membaca surah Yasin di dekat orang yang meninggal dunia adalah amalan yang dianjurkan. Sedangkan menurut ulama yang menilainya sebagai hadis yang lemah maka perbuatan tersebut tidaklah dianjurkan” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/40, Asy Syamilah).

[Kedua] Talqin Bid’ah
Dari Dhamrah bin Habib, seorang tabiin, “Mereka (iaitu para shahabat yang beliau jumpai) menganjurkan jika kubur seorang mayat sudah diratakan dan para penghantar jenazah sudah selesai kerjanya, dikatakan di dekat kuburnya, ‘Wahai fulan katakanlah laa ilaha illallah 3x. Wahai fulan, katakanlah ‘Tuhanku adalah Allah. Agamaku adalah Islam dan Nabiku adalah Muhammad” [Dalam Bulughul Maram no hadits 546, Ibnu Hajar mengatakan, “Diriwayatkan oleh Said bin Manshur secara mauquf (dinisbatkan kepada shahabat). Thabrani meriwayatkan hadis di atas dari Abu Umamah dengan redaksi yang panjang dan semisal riwayat Said bin Manshur namun secara marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi)].

Muhammad Amir ash Shan’ani mengatakan, “Setelah membawakan redaksi hadis di atas al Haitsami berkata, ‘Hadis tersebut diriwayatkan oleh ath Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir dan dalam sanadnya terdapat sejumlah perawi yang tidak kukenal’. Dalam catatan kaki Majma’uz Zawaid disebutkan bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat seorang perawi yang bernama ‘Ashim bin Abdullah dan dia adalah seorang perawi yang lemah…. Al Atsram mengatakan, ‘Aku bertanya kepada Ahmad bin Hanbal tentang apa yang dilakukan oleh banyak orang ketika jenazah telah dimakamkan ada seorang yang berdiri dan berkata, ‘Wahai fulan bin fulanah’. Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku tidak mengetahui ada seorang pun yang melakukannya melainkan para penduduk daerah Syam ketika Abul Mughirah meninggal dunia. Tentang masalah tersebut diriwayatkan dari Abu Bakr bin Abi Maryam dari guru-guru mereka bahwa mereka, para guru, melakukannya”. Menganjurkan talqin semacam ini adalah pendapat para ulama bermazhab Syafii.

Dalam Al Manar Al Munif, Ibnul Qoyyim mengatakan,
“Sesungguhnya hadis tentang talqin ini adalah hadis yang tidak diragukan oleh para ulama hadis sebagai hadis palsu. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam susunannya dari Hamzah bin Habib dari para gurunya yang berasal dari daerah Himsh (di Suriah, Syam, pent). Jadi perbuatan ini hanya dilakukan oleh orang-orang Himsh….
Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim juga berkata tegas sebagaimana perkataan beliau di Al Manar Al Munif. Sedangkan di kitab Ar Ruuh, Ibnul Qoyyim menjadikan hadis talqin di atas sebagai salah satu dalil bahwa mayat itu mendengar perkataan orang yang hidup di dekatnya. Terus-menerusnya talqin semacam ini dilakukan dari masa ke masa tanpa ada orang yang mengingkarinya, menurut Ibnul Qoyyim, sudah cukup untuk dijadikan dalil untuk mengamalkannya. Akan tetapi di kitab Ar Ruuh, beliau sendiri tidak menilai hadis talqin di atas sebagai hadis yang sahih bahkan beliau dengan tegas mengatakan bahwa hadis tersebut adalah hadis yang lemah.
Yang biasa kita simpulkan dari perkataan para ulama peneliti sesungguhnya hadis tentang talqin di atas adalah hadis yang lemah sehingga mengamalkan isi kandungannya adalah bid’ah (amalan yang tidak ada tuntutannya) . Tidak perlu tertipu dengan banyaknya orang yang mempraktikkannya” (Subulus Salam 3/157, Asy Syamilah).

Syeikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang bilakah waktu talqin.
Jawaban beliau,
“Talqin itu dilakukan ketika hendak meninggal dunia iaitu pada saat proses pencabutan nyawa. Orang yang hendak meninggal ditalqin laa ilaha illallah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika pamannya, Abu Thalib hendak meninggal dunia. Nabi mendatangi pamannya lantas berkata, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha illallah,  kalimah kalimah yang selalu kugunakan untuk membelamu di hadapan Allah’. Akan tetapi paman beliau tidak mau mengucapkannya sehingga mati dalam keadaan musyrik.

Sedangkan talqin setelah pemakaman maka itu adalah amal yang bid’ah kerana tidak ada hadis yang sahih dari Nabi tentang hal tersebut. Yang sepatutnya dilakukan adalah kandungan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Nabi jika telah selesai memakamkan jenazah berdiri di dekatnya lalu berkata,

‘Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintakanlah agar dia diberi keteguhan dalam memberikan jawaban.. Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya’.


Adapun membaca Al Qur’an, demikian pula talqin di dekat kubur maka keduanya adalah amal yang bid’ah kerana tidak ada dalil yang mendasarinya” (Kutub wa Rasail Ibnu Utsaimin 215/42, Asy Syamilah).
sumber:ustadzaris.
Demikian semoga bermanfaat.
Semoga Allah Jalla wa 'Ala mencintai saya dan Anda. Amiin.
Ertinya : Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan memberi kefahaman kepadanya dalam masalah agama"
[Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.71 dan Muslim no. 1037]
"Tetaplah kamu beristiqamah dan berpegang dengan atsar serta jauhilah bid`ah"
Ibnu Abbas radhiyallahu`anhu 
(Al-I`tisham 1/112)
Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk surga"
(HR. Bukhari) [Hadis ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari]
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An Nisa’: 115)
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami  Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. Wallahu a’lamu bish shawaab

Semoga bermanfaat.
Wabillahitaufiqwalhidayah .
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh

Abu Hamzah As-salafy
  
"Dan senantiasa seorang hamba mendekat kepada-Ku dengan amalan Sunnah sehingga Aku mencintainya." (Al-Hadis)

No comments: